Reog merupakan
bentuk teater yang dilakukan oleh sekelompok drama tari dengan berbagai
karakter pelaku, sebuah kesenian tradisional khas daerah Ponorogo Jawa Timur.
Yang sekarang berkembang ke seluruh Indonesia bahkan sampai ke manca negara.
Latar belakang sejarah reog pada dasarnya sama dengan latar belakang sejarah
munculnya berbagai keseniaan di Jawa pada umumnya yaitu muncul sebagai salah
satu bentuk upacara kepercayaan pada kekuatan gaib setempat. Seiring perubahan
waktu bentuk dan unsur upacara tersebut berubah menjadi satu bentuk hiburan
atau kesenian rakyat yang berkembang
lebih baik sesuai perkembangan jaman.
Dimulai
abad ke-14 sebagai sarana untuk memperingati peristiwa kapahlawanan atau
ketokohan, salanjutnya pada abad ke-15 sudah berkembang menjadi suatu bentuk
kelompok-kelompok tradisi yang berguna untuk hiburan masyarakat yang memang
pada saat itu para pembesar pemerintahan juga menganjurkan adanya budaya reog
tersebut, sejak itu pula nama “ponorogo” ada yaitu nama yang diberikan oleh
kerajaan Wengker yang saat itu sedang masuk kedalam ajaran islam dengan seorang
raja bergelar Wijayarasa. Maka ditandai pada paruh kepala meraknya membawa
mutiara yang melambangkan biji tasbih. Sedang ide bentuk Reog tergsebut diduga pada jaman itu terinspirasi dari
bentuk sebuah patung di gugusan pura
balahan yang berdiri jaman kekuasaaan Air
Langga dari Kahuripan dekat gunung
penanggungan, yaitu patung Dewa Wisnu di atas garuda yang berburu menyebar.
Kemudian
lain hal tentang cerita legenda dari drama tari reog ini sementara ada dua
pendapat yang berkembang, yaitu versi Songgolangit
dan Suryongalam. Versi Songgolangit
ini yang banyak ditampilkan dan berkembang menceritakan kisah Sang Prabu Klono Suwandono dari Kerajaan Bantara Angin yang ingin mempersunting
Putri Kediri Dewi Songgolangit, tetapi dengan berbagai Bebono atau persyaratan
yaitu akhirnya menjadi bentuk kelompok reog itu yang maksut sebenarnya sang
putri ingin menolak lamaran tersebut. Di sini terdapat kisah percintaan juga
peperangan dalam bentuk adu kesaktian.
Sementara
versi Suryongalam mengarah pada cerita Demang
Suryangalam yang merupakan daerah bawahan kerajaan Majapahit ingin
menyindir atau Satir Raja Majapahit
yang konon lebih banyak dikendalikan oleh sang permaisuri, sehingga digambarkan
dengan Harimau sang raja hutan yang
ditunggangi oleh burung merak yang lembut.
Tokoh
utana Reog adalah Singo Barong, yang
berbentuk kepala harimau sebagai topeng yang besar dengan tatanan bulu merak
yang mengembang lebar sebagai mahkota atau disebut Dhadhak Merak . Penari atau pembawa Singo Barong adalah orang yang
kuat dan mengerti tehnik menggerakkannya karena beratnya antara 40-60 kg itu
harus digigit dengan gigi saja. Kemudian tokoh lain adalah Pujangga Anom atau disebut “Bujangganong”
, pelaku ini memakai topeng lucu seram, muka warna merah dan mata melotot
dengan rambut gimbal serta hidung nongol panjang yang khas dengan gerak
tariannya yang selalu lincah dan akrobatik. Klono
Suwandono adalah tokoh seorang raja yang berperan dan penampilan gagah
berwibawa, jarang melakukan gerak tari hanya waktu perang, juga memakai topeng
yang berciri khas satria dan berani. Selanjutnya kelompok Jathilan, Sejumlah (biasanya empat orang) laki-laki atau perempuan
yang berpenampilan satria atau feminim atau Medo’i,
dengan menunggang kuda replika dari Kepang
atau anyaman bambu, dengan gerak tari yang kompak bersama irama kendhing. Warok atau Warokan di sini biasanya peran sebagai pembina dan sesepuh dari
kelompok reog itu, diperankan oleh beberapa laki-laki yang biasannya bertubuh
keker dangan brewok dengan kumis dan
jenggotnya lebat bertutup kepala blangkon khas ponorogo tanpa topeng, celana
hitam lebar dibalut jarik batik gelap dengan ikat pinggang lebar besar serta
tidak ketinggalan adalah kolor berupa
tali tambang putih diletakkan di sabuk bagian depan menjuntai ke bawah yang
dipercaya sebagai senjata andalan. Gerak tariannya berat dan cenderung
bersama-sama.
Tidak
ada reog tanpa gamelan khas, ini dilakukan oleh para pengrawit yang terdiri
dari penabuh gendang dan ketipung. Peniup trompet,
trompet terbuat dari kayu dengan suara yang khas. Kemudian penabuh Kethuk dan Kenong, beberapa orang pembawa dan penabuh Gong dan Kempul serta dua orang pembawa angklung bambu. Yang
menjadi khas tabuhan atau gendingan reog ini adalah bentuk tabuhan irama yang
berlainan antara kethuk kenong dan
gong berirama slendro, dengan trompet
kayu yang berirama pelok. Maka bisa
menghasilkan irama musik yang terkesan megis dan membakar semangat serta
menggairahkan.